Sunday, 10 March 2013

Makalah Ekonomi Islam

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memperkenankan penulis untuk menyelesaikan makalah Pendidikan Agama Islam tentang Ekonomi Islam (Filantropi Islam)Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihakOleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Badia Perizade selaku Rektor Universitas Sriwijaya dan juga semua stafnya.
2.   Bapak Abdul Gofur sebagai guru pembimbing, terima kasih atas ide-ide Anda, saran, usulan, motivasi, dan bimbingannya.
3.   Semua dosen yang mengajar di Universitas Sriwijaya, terima kasih untuk mengajarkan kami dalam keunggulan
4.      Orang tua yang selalu saran dan motivasi untuk belajar lebih banyak.
5.  Semua teman-teman di luar, khususnya teman sekelas di program studi matematika  yang membawa suka cita yang takkan terlupakan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sumbangan pemikiran dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini besar manfaatnya untuk kita semua.

Palembang,  Maret 2013


Penulis        


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................  ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................  iii
DAFTAR ISI   ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
          1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
          1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
          1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
          1.4. Metode Penulisan ............................................................................... 2
          1.5. Manfaat Penulisan...............................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Ekonomi Islam.............................................................. 3
       A. Tujuan Hidup.................................................................................. 3
       B. Sistem Ekonomi Islam..................................................................... 3
       C. Filsafat Ekonomi Islam.................................................................... 5
2.2. Filantrofi Islam..................................................................................... 6
       A. Shadaqah ...................................................................................... 7
       B. Infaq ............................................................................................. 7
       C. Hibah ............................................................................................ 8
       D. Qurban .......................................................................................... 9
       E. Waris ............................................................................................. 10
       F. Wasiat ........................................................................................... 10
      G. Zakat.............................................................................................. 13
2.3. Tujuan Ekonomi dalam Islam............................................................... 15
2.4. Prinsip-Prinsip Ekonomi dalam Islam.................................................... 16
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 18
3.2. Saran.................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
           Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal, karenanya seluruh dunia menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam realita kehidupan, manusia berusaha mengerahkan tenaga dan juga pikirannya untuk memenuhi berbagai keperluan hidupnya, seperti sandang, pangan dan tempat tinggal. Pengerahan tenaga dan pikiran ini penting untuk menyempurnakan kehidupannya sebagai individu maupun sebagai seorang anggota suatu masyarakat. Segala kegiatan yang bersangkutan dengan usaha yang bertujuan untuk memenuhi keperluan ini dinamakan ekonomi.
            Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis, tidak dari sudut pandang sosialis, dan juga tidak merupakan gabungan dari keduanya. Islam memberikan perlindungan hak kepemilikan individu, sedangkan untuk kepentingan masyarakat didukung dan diperkuat, dengan tetap menjaga keseimbangan kepentingan publik dan individu serta menjaga moralitas. Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta.
            Islam memperbolehkan seseorang  mencari kekayaan sebanyak mungkin. Islam menghendaki adanya persamaan, tetapi tidak menghendaki penyamarataan. Kegiatan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak harta dikuasai pribadi. Di dalam bermuamalah, Islam menganjurkan untuk mengatur muamalah di antara sesama manusia atas dasar amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari unsur riba. Islam melarang terjadinya pengingkaran dan pelanggaran larangan-larangan dan menganjurkan untuk memenuhi janji serta menunaikan amanat.
            Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli, menunjukkan adanya masyarakat muslim yang dengan sadar memilih berintegrasi pada perekonomian dalam  perbankan  syari‘ah  sebagai implementasi ketaatan beragama, sekaligus sebagai usaha memenuhi kebutuhan ekonomi.

1.2. Rumusan Masalah
            Dari paparan di atas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
            1)    Apa konsep dasar ekonomi Islam?
            2)    Apa filantrofi Islam?
            3)    Apa tujuan ekonomi dalam Islam?
           4)    Apa prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam?

1.3. Tujuan penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
           1)   Untuk mengetahui konsep dasar ekonomi dalam Islam.
           2)   Untuk mengetahui tujuan ekonomi dalam Islam.
           3)   Untuk mengetahui prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam.
           4)   Untuk memberikan penjelasan tentang ekonomi Islam.

1.4. Metode Penulisan
             Metode yang penulis gunakan adalah:
             1)      Deskriptif.
             2)      Kajian pustaka, yang dilakukan dengan mencari literatur di internet dan buku–buku panduan.

1.5. Manfaat Penulisan
             Adapun manfaat dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1)   Dapat mengetahui konsep dasar ekonomi dalam Islam
2)   Dapat mengetahui tujuan ekonomi dalam Islam
3)   Dapat mengetahui prinsip-prinsip dalam Islam
4)   Dapat memberikan penjelasan tentang ekonomi Islam dan menerapkannya dalam kehidupan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar Ekonomi Islam
          Ekonomi Islam merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari metode untuk memahami dan memecahkan masalah ekonomi yang didasarkan atas ajaran agama Islam. Perilaku manusia dan masyarakat yang didasarkan atas ajaran agama Islam inilah yang kemudian disebut sebagai perilaku rasional Islam yang akan menjadi dassar pembentukan suatu perekonomian Islam.
A.      Tujuan Hidup
            Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif, keterbatasan dalam menyeimbangkan antar aspek kehidupan maupun keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya.
B.       Sistem Ekonomi Islam
    Secara definisi, ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengelola sumber saya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.
      Muhammad Abdul Manan (1992) berpendapat bahwa  ilmu ekonomi Islam dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami nilai-nilai Islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu: al-Quran, as-Sunnah, Ijma dan Qiyas.
       Menurut Suhrawardi K. Lubis (2004:14) bahwa sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yan dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah dalam rangka pengorganisasian faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang/jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan Islam.
        Sistem ekonomi Islam adalah sebuah sistem yang tidak lahir dari hasil ciptaan akal manusia, akan tetapi sebuah sistem yang berdasarkan wahyu Allah SWT. Dengan kata lain, sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits yang dikembangkan oleh pemikiran manusia yang memenuhi syarat dan ahli dalam bidangnya.
        Subjek ekonomi dalam Islam seringkali dikaitkan dengan kata muamalah dalam ilmu fiqih. Kata muamalah sendiri berarti kerjasama antar sesama manusia, sehingga pengertiannya dapat menjadi luas. Menurut Muhammad Daud (2002:50-51) bahwa dalam ruang lingkup hukum  Islam tidak membadakan (dengan tajam) antara hukum perdata dan hukum pidana, karena menurut sistem hukum Islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik dan  pada hukum publik ada segi-segi perdatanya, maka hukum muamalah dalam arti luas adalah sebagai berikut:
a.    Munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat- akibatnya.
b. Wiratsah, segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian waris.
c. Muamalat dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.
d.  Jinayat, memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud atau ta’zir.
e.   Al-Ahkam as-Sulthaniyah, membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan pemerintahan, tentara, pajak, dan lain-lain.
f.  Suyar, mengatur tentang urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama lain dan negara lain.
g.  Mukhasamat, mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara.
        Dari sistematika pembagian hukum islam di atas, dapat diketahui bahwa sistem ekonomi Islam, masuk dalam ruang lingkup mu’amalah.
          Ekonomi tidak dapat dipisahkan dari subjek seputar kepemilikan dan pengelolaan terhadap harta benda. Kepemilikan ialah pemberian yang bersifat social dan diakui suatu hak kepada seseorang atau suatu kelompok masyarakat. Pemberian ini mencerminkan hak potensial untuk memanfaatkan barang tertentu dan pada yang sama mengesampingkan pihak yang lain  dari pemberian hak yang sama. Kepemilikan menunjukkan hubungan sosial dan yang diakui antara individu atau kelompok dalam masyarakat dan mencerminkan hak milik sah pemilik atas barang dan pada saat yang sama menghalangi pihak lain dari hak seperti itu (Muhammad H. Behesti, 1992:9)
       Menurut Rofiq Yunus al-Masry (1993:41) kepemilikan terbagi dua, yaitu kepemilikan yang bersifat umum dan kepemilikan yang bersifat khusus (privat). Kepemilikan khusus adalah hak milik perorangan atau kelompok. Jenis kepemilikan seperti ini telah diakui dalam Islam, sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an ayat-ayat yang menyebutkan amwaalakum/harta-hartamu, amwaalahum/harta-harta mereka, amwaal al-yatiim/harta anak yatim, atau buyuutakum/rumah-rumah kamu. Sebagaiman pula terdapat dalam Al-Qur’an perintah untuk membayar zakat, mengeluarkan infaq. Sedangkan kepemilikan umum adalah wakaf yang dimiliki oleh seluruh kaum muslimin, setiap muslim boleh mengambil manfaat, namun tidak dapat dijual, dihapus atau dihadiahkan.
C.    Filsafat Ekonomi Islam
             Menurut Ahmad M. Saefuddin dalam Muhammad Daud (1988:5-6) ada tiga filsafat ekonomi Islam, yaitu:
1)   Semua yang ada di alam semesta langit, bumi serta sumber-sumber alam yang ada padanya, bahkan harta kekayaan yang dikuasai manusia adalah milik Allah SWT, karena Dialah yang menciptakannya. Semua ciptaan Allah itu tunduk pada kehendak dan ketentuan-ketentuan-Nya. Manusia sebagai khalifah-Nya berhak mengurus dan memanfaatkan alam semesta untuk kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan lingkungannya.
2) Allah Maha Esa, Dialah pencipta segala makhluk yang yang ada di alam semesta. Salah satu ciptaanNya adalah manusia yang diberi alat kelengkapan sempurna lebih dari makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya agar ia mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajiban sebagai khalifah Allah di bumi ini.
3)   Beriman kepada hari kiamat, keyakinan pada hari kiamat ini merupakan asas penting dalam sistem ekonomi Islam karena dengan keyakinan itu, tingkah laku ekonomi manusia di bumi ini akan dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya termasuk tindakan ekonominya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.
       Dari ketiga pokok filsafat ekonomi Islam melahirkan nilai-nilai dasar ekonomi islam, yaitu nilai dasar kepemilikan, keseimbangan, dan keadilan.
2.2. Filantrofi Islam
            Andi Agung Prihatna dalam buku Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf Di Indonesia (2005:6) menyatakan bahwa istilah filantrofi (philanthropy) berasal dari bahasa Yunani, philos (cinta) dan anthropos (manusia). Secara harfiah filantropi adalah konseptualisasi dari praktik memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (assiciation) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. Di dalam Al-Qur’an perintah berderma mengandung makna kemurahan hati, keadilan sosial, saling berbagi dan saling memperkuat. Aktivitas berderma inilah yang disebut sebagai filantrofi Islam.
            Di dalam sistem ekonomi Islam terdapat lembaga sosial ekonomi yang dapat menjembatani dua kelompok sosial, yaitu golongan kelas atas dan golongan kelas bawah.
                   Adapun lembaga-lembaga sosial ekonomi dalam Islam adalah sebagai berikut:
A.    Shadaqah atau Sedekah
        Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara terminologi syariat shadaqah makna asalnya adalah tahqiqu syai'in bisyai'i atau menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu. Sikapnya sukarela dan tidak terikat pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu dan kadarnya.
        Shadaqah memiliki makna yang sangat luas karena bersedekah tidak harus berupa materi atau benda, tetapi juga dapat bersifat non materi, misalnya tersenyum dan bermuka cerah ketika  bertemu, menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, serta segala perbuatan yang baik dan bermanfaat.
B.     Infaq
      Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam. Dengan kata lain, infaq merupakan sumbangan sukarela atau seikhlasnya (berupa materi). Misalnya, untuk menolong orang orang yang kesusahan; membangun masjid, jalan, jembatan; dan sebagainya.
         Infaq dikeluarkan setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron: 134
Artinya: Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW bersabda: ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran". (HR. Bukhori)
C.    Hibah
        Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan. Dengan demikian berarti telah disalurkan dari tangan orang yang memberi kepada tangan orang yang diberi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hibah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak ada sebab dan musababnya) tanpa ada kontra dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.
         Menurut Hussein Syahatah (1998:248) hibah adalah ungkapan tentang pengalihan hak kepemilikan atas sesuatu tanpa adanya ganti atau imbalan sebagai pemberian dari seseorang kepada orang lain dengan memenuhi rukun-rukunnya, yaitu:
1.  Orang yang memberi, yaitu pemilik benda yang dihibahkan, disyaratkan harus merdeka, dewasa, berakal sehat, tidak dipaksa, tidak berhutang, dan pengelolaan hartanya tidak dilarang.
2.      Barang yang dihibahkan, yaitu suatu barang yang menjadi objek hibah.
3.   Orang yang menerima hibah, yaitu orang yang menerima barang hibah dari orang yang memberi hibah.
4.   Ucapan hibah, yaitu sesuatu yang diucapkan dari orang yang memberi hibah yang menunjukkan terjadinya hibah dengan format yang ditetapkan.
 D.    Qurban
            Qurban berasal dari bahasa Arab, qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu (fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar) yang berarti mendekati atau menghampiri. Qurban atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan.
            Qurban dalam fiqih Islam yaitu hewan yang dipotong dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, berkenaan dengan tibanya Idul adha atau yaumun nahr pada tanggal 10 Dzulhijjah dan pada hari-hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah). Disebut hari nahr (atas dada),  karena pada umumnya waktu dulu hewan yang dipotong itu adalah onta yang cara pemotongannya atau penyembelihannya dalam keadaan  berdiri dengan ditusukkannya pisau ke lehernya dekat dada onta tersebut. Kemudian di kalangan kita popular dengan sebutan “qurban” artinya sangat dekat, karena hewan itu dipotong dalam rangka taqarrub kepada Allah.
            Qurban sangat dituntut dalam Islam. Dalil yang menerangkan ibadah qurban ialah:
Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: "Maka bersembahyanglah kamu karena Tuhanmu dan berqurbanlah karena-Nya".
Artinya: "Daging dan darah binatang qurban atau hadiah tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNya ialah amal yang ikhlas berdasarkan taqwa dari kamu".
E.     Waris
            Warisan adalah segala sesuatu baik yang bersifat materi maupun maknawi, yang telah meninggal dunia dan dibagikan kepada ahli waris berdasarkan peraturan-peraturan tertentu. Sebagian ulama mengungkapkan warisan dengan istilah faraidh, artinya warisan itu merupakan bagian tertentu bagi ahli waris. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
Artinya:  “…. baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” (An-Nisa’ : 7)
F.     Wasiat
         Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan dilaksanakan setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. Jika diberikan kepada ahli waris maka wasiatnya tidak sah kecuali semua ahli waris yang lebih berhak menerima warisan itu ridha dan rela memberikan kepadanya setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia.

“Dari Abu Umamah beliau berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris maka dengan ketentuan itu tidak ada hak wasiat bagi seorang ahli waris”.
(HR. Lima Ahli Hadits selain Nasai).                                                    
G.    Zakat
            Secara bahasa zakat berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Secara istilah zakat adalah sebagian harta yang wajib diberikan kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula (Didin Hafidhuddin, 1998:13).
            Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Setiap muslim yang memenuhi syarat tertentu, berdasarkan dalil sebagai berikut:
a.       Al-Qur’an
Surat at-Taubah : 103
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
b.      Hadits Riwayat Bukhori dan Muslim
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "بني ا لاسلم على خمس شهدة ان لااله الاالله وان محمدارسول الله, وايقام الصلاةوايتاءالزكاة وحخ البيت وصوم رمضان
      Hadits adalah sebagaimana diriwiyatkan oleh Bukhori dan Muslim yang artinya Islam itu berdiri di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, naik haji, dan puasa ramadhan.
            Zakat bukan hanya kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan akan mendapat dosa, tetapi lebih dari itu zakat memiliki tujuan yang jelas. dengan terlaksananya lembaga zakat secara baik dan benar diharapkan kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat berkurang. Di samping itu dengan pengelolaan zakat yang professional berbagai permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang ada hubungannya dengan mustahiq zakat juga dapat dipecahkan.
            Macam-macam zakat, antara lain:
  1.      Zakat mal (zakat harta), yaitu bagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu pula.
  2.      Zakat fitrah (zakat jiwa), yaitu zakat wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, setiap tahun menjelang hari raya Idul fitri.

         Adapun secara lebih terperinci dapat dikemukakan hikmah zakat yang dirangkum dari pernyataan Hussein Syahatah (1998) adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai sarana pendidikan bagi jiwa manusia untuk bersyukur kepada Allah SWT
2.      Melatih manusia untuk dapat merasakan penderitaan dan kesulitan fakir dan miskin
3.   Sebagai sarana untuk menanamkan dalam jiwa manusia sifat jujur, amanah, pengorbanan, ikhlas, mencintai sesama dan persaudaraan
4.      Membentuk masyarakat saling menanggung, menjamin dan saling menyayangi
5.  Mewujudkan pembangunan perekonomian sebab zakat dapat menanggulangi masalah-masalah penimbunan harta melalui anjuran mengola dan mengembangkan harta
6.  Untuk menanggulangi pengangguran, karena pengeluaran harta zakat kepada fakir dan miskin menambah kuatnya daya beli dan tuntutan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok tentunya itu akan meningkatkan produktifitas dan kesempatan kerja
7.  Harta zakat dapat mengetaskan kemiskinan, karena zakat dapat mengubah orang-orang fakir menjadi orang-orang yang dapat memanfaatkan harta zakat.
            Benda yang wajib dizakati, yaitu:
1.      Emas, perak, dan uang
2.      Hasil bumi dan buah-buahan
3.      Harta perniagaan
4.      Barang tambang
5.      Hewan ternak
            Syarat-syarat wajib zakat, yaitu:
1.      Kemilikan yang sah dan pasti
2.      Berkembang biak secara alami atau usaha
3.      Mencapai nisab
4.      Melebihi kebutuhan pokok
5.      Bersih dari hutang
6.      Mencapai haul yaitu perputaran satu tahun.
            Orang-orang yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah: 60
Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
H.    Wakaf
       Wakaf berasal dari kata “waqofa” artinya menahan, dalam hal ini menahan harta untuk diwakafkan. Secara etimologi berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT. Harta yang telah diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir (untuk waktu selamanya), kepemilikannya berpindah kepada Allah SWT. Harta tersebut bukan milik wakif dan juga bukan milik nazhir. Sedangkan harta yang diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir agar dimanfaatkan (untuk waktu tertentu), masih menjadi milik Wakif, sehingga harus dikembalikan kepada Wakif setelah jangka waktu pemanfaatan harta wakaf berakhir.
            Harta wakaf (baik untuk waktu selamanya maupun untuk waktu tertentu) tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat menghilangkan kewakafannya. Peran Nazhir adalah hanya mengelola harta wakaf tersebut agar jangan berkurang, dan mengupayakannya berkembang sehingga hasil (keuntungannya) dapat digunakan untuk keperluan sosial (mauquf alaih).
            Di dalam Islam wakaf adalah salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan meskipun perintahnya tidak disebutkan secara tegas sebagaimana halnya zakat, namun para ahli dipandang sebagai landasan perintah untuk berwakaf, yaitu:
1.      Al-Qur’an  
      Surat al-Hajj : 77 
     Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku´lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
     
           Surat Al-Baqarah : 267

              Artinya: Hai orang-orang beriman, berinfaklah dari hasil kerja kalian yang baik-baik dan hasil bumi yang kalian dapatkan seperti pertanian, tambang dan sebagainya. Janganlah kalian sengaja berinfak dengan yang buruk-buruk. Padahal kalian sendiri, kalau diberikan yang buruk seperti itu, akan mengambilnya dengan memicingkan mata seakan tidak ingin memandang keburukannya. Ketahuilah Allah tidak membutuhkan sedekah kalian. Dia berhak untuk dipuji karena kemanfaatan dan kebaikan yang telah ditunjuki-Nya.
2.      Hadits
              Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Umar bin Khatab mempunyai tanah (kebun) di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW, untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut, ia berkata Wahai Rasulullah saya memperoleh tanah di Khaibar, yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah itu, apa perintah engkau (kepadaku) mengenainya? Nabi SAW menjawab, jika mau kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasilnya), Ibnu Umar berkata maka Umar menyedekahkan tanah itu (dengan mensyaratkan) tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa dari orang yang mengelola untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. Rawi berkata, saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ghaira mutaatstsilin malan' (tanpa menyimpanya sebagai harta hak milik. (H.R. al-Bukhari, Muslim, al Tharmidzi, al-Nasa'i).
                   Tujuan wakaf:
1.    Untuk kepentingan umum
2.    Untuk menolong fakir miskin
3.    Untuk kepentingan anggota keluarga sendiri.
2.3. Tujuan Ekonomi dalam Islam
      Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
           Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1.  Pnyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.    Tercapainya mashlahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa mashlahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
a.       keselamatan keyakinan agama ( al din)
b.      kesalamatan jiwa (al nafs)
c.       keselamatan akal (al aql)
d.      keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e.       keselamatan harta benda (al mal)
2.4. Prinsip-Prinsip Ekonomi dalam Islam
     Secara garis besar, ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu:
1.  Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia.
2.  Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.  Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
4.  Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6.   Seorang muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.   Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8.   Islam melarang riba dalam segala bentuk.


BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
        Masalah ekonomi merupakan masalah yang universal. Oleh karena itu, seluruh dunia menaruh perhatian yang besar terhadap permasalahan ekonomi. Dalam pandangan Islam, permasalahan ini tidak dapat diselesaikan hanya melalui perubahan yang bersifat kosmetik belaka, diperlukan perubahan yang bersifat mendasar mulai dari tatanan filosofi yang akan membentuk teori ekonomi Islam, yang kemudian akan membentuk prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam sehingga pada akhirnya akan terbentuk secara otomatis perilaku Islami dalam ekonomi.
          Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk dipertanggungjawabkan.
1.2. Saran
       Ekonomi dalam Islam mengajarkan seorang muslim harus memperhatikan ketentuan-ketentuan syari’at, dimana Islam sebagai way of life, sebagai rahmatan lil alamin telah memberikan petunjuk kepada kita tentang bagaimana suatu keteraturan itu dibentuk disemua lini kehidupan baik dunia maupun akhirat, termasuk aturan dalam bermuamalah atau kita persempit lagi, aturan berekonomi. Dalam perekenomian Islam tersebut sangat dilarang yang namanya riba dan sejenisnya. Hal ini dilarang karena dapat merugikan baik dalam bentuk materi atau lainnyaOleh karna itu, hendaknya kita  melakukan suatu usaha ekonomi secara jujur, terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi agar tidak ada pihak yang dirugikan.


DAFTAR PUSTAKA


Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Behesti, Muhammad H. 1992. Kepemilikan dalam Islam, Penerjemah: Luqman Hakim, dkk. Jakarta: Pustaka Hidayah.
Imtihana, Aida, dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Universitas Sriwijaya
Lubis, Suhrawardi K. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Mannan, M. Abdul. 1970. Islamic Economics: Theory and Practice. dalam Delhi. Sh. M. Ashraf.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2009. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers
Prihatna, Andi Agung. 2005. Revitalisasi Filantrofi Islam Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, Editor:  Chaidar S. Bamualim, dkk. Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah.
Administrator. Pengertian dan Hikmah Qurban (online). Tersedia: http://rumah-yatim.org/indonesia/index.php/Panduan-Qurban/Pengertian-dan-hikmah-Qurban.html (2 Maret 2013)
Hanif. (2009). Ekonomi dalam Islam (online). Tersedia: http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/10/07/ekonomi-dalam-islam (2 Maret 2013) 
Islam Wiki. (2012). Wasiat Pengertian dan Hukum Wasiat (online). Tersedia: http://islamwiki.blogspot.com/2012/11/wasiat-pengertian-dan-hukum-wasiat.html  (2 Maret 2013)

No comments:

Post a Comment